ASTABRATA, ada 8 nilai yang terkandung dalam astabrata, yaitu:
(1) Spiritualitas
“Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan beramal (berbuat) untuk masa sesudah mati,
Sedang orang yang lemah ialah mereka yang mengikuti nafsunya dan berangan-angan kepada Allah”. (Riwayat Ahmad)
Menurut Hadist ini, kecerdasan sesorang dapat diukur dari kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsunya (cerdas emosi) dan mengorientasikan semua amalnya pada kehidupan sesudah mati (cerdas spiritual). Mereka yakin bahwa ada kehidupan setelah kematian, mereka juga percaya bahwa setiap amalan di dunia sekecil apapun akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt.
Keyakinan tentang keabadian, menjadikannya lebih berhati-hati dalam menapaki kehidupan di dunia ini, sebab mereka percaya bahwa kehidupan ini tidak sekali di dunia ini saja, tapi ada kehidupan yang lebih hakiki. Dunia adalah tempat menanam, sedangkan akhirat adalah tempat memanen. Siapa yang menanam padi akan menuai padi. Siapa yang menanam angin akan menuai badai.
Tidak hanya bersikap hati-hati, orang yang cerdas spiritual nya lebih bersemangat, lebih percaya diri dan lebih optimis. Mereka tidak pernah ragu-ragu berbuat baik, sebab jika kebaikannya tidak bisa dinikmati saat di dunia mereka masih bisa berharap mendapatkan balasannya di akhirat nanti. Jika tidak bisa dinikmati sekarang, amal kebaikan itu akan berubah menjadi tabungan atau deposito secara otomatis yang kelak akan dicairkan justru pada saat mereka sangat membutuhkan di alam kehidupan sesudah mati.
Saat menanam pohon, misalnya mereka sangat antusias. Mereka yakin jika pohon tersebut nantinya berbuah tidak ada yang sia-sia sekalipun buahnya dimakan burung atau dimakan orang lain. Sekalipun ia tidak menikmati buah itu di dunia ini, ganjaran nya akan dipetik di akhirat nanti.
Orang-orang ini, ketika melihat ketidakadilan di dunia tidak segera putus asa. Sekalipun para koruptor bebas berkeliaran, sedang orang-orang sholeh justru dipenjarakan, mereka tetap memandang dunia dengan pandangan yang positif. Mereka tetap berjuang menegakan keadilan, sekalipun keadilan yang hakiki barus dirasakan kelak di akhirat. Di depan mahkamah Illahi tidak ada barang bukti yang hilang atau sengaja dihilangkan. Mulut dikunci dan semua anggota tubuh bersaksi.
Ciri orang yang cerdas sebenarnya telah tampak jelas dalam derap langkahnya, ketika mereka membuat rencana, saat mengeksekusi rencananya dan pada saat melakukan evaluasi. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari saat sendirian atau dalam interaksi sosialnya nampak wajah nya yang senantiasa bercahaya , memancarkan energi positif, menjadi magnet power, penuh motivasi, menjadi sumber inspirasi, dan berfikir serta bertindak positif. Mereka akan bersikap baik dan benar baik ketika ditengah keramaian maupun disaat sendirian karena dimanapun dia berada merasa dilihat oleh Allah.
Orang seperti ini mempunyai integritas, sesuai antara hati, kata dan perbuatannya, selaras antara apa yang ada dalam hatinya, ucapan dan perbuatannya.
Orang yang cerdas emosi dan spiritual enak diajak bergaul, karena mereka telah terbebas dari su’udzon (buruk sangka, hasad (iri atau dengki) dan takabur (menyombongkan diri). Orang-orang inilah yang memiliki potensi untuk meraih sukses di dunia sekaligus sukses menikmati kehidupan surgawi di akhirat nanti.
(2) Integritas
Integritas (Integrity) adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain.
Indikator Perilaku:
1. Memahami dan mengenali perilaku sesuai kode etik
* Mengikuti kode etik profesi dan perusahaan.
* Jujur dalam menggunakan dan mengelola sumber daya di dalam lingkup atau otoritasnya.
* Meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan itu tidak melanggar kode etik.
2. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai (values) dan keyakinannya
* Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinan.
* Berbicara tentang ketidaketisan meskipun hal itu akan menyakiti kolega atau teman dekat.
* Jujur dalam berhubungan dengan pelanggan.
3. Bertindak berdasarkan nilai (values) meskipun sulit untuk melakukan itu
* Secara terbuka mengakui telah melakukan kesalahan.
* Berterus terang walaupun dapat merusak hubungan baik.
4. Bertindak berdasarkan nilai (values) walaupun ada resiko atau biaya yang cukup besar
* Mengambil tindakan atas perilaku orang lain yang tidak etis, meskipun ada resiko yang signifikan untuk diri sendiri dan pekerjaan.
* Bersedia untuk mundur atau menarik produk/jasa karena praktek bisnis yang tidak etis.
* Menentang orang-orang yang mempunyai kekuasaan demi menegakkan nilai (values).
(3) Intelektualitas
Pengertian Intelektual / Intelegensi
Menurut English & English dalam bukunya " A Comprehensive Dictionary of Psichological and Psychoalitical Terms" , istilah intellecct berarti antara lain :
1. Kekuataan mental dimana manusia dapat berpikir ; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir ( misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (bandingkan dengan intelligence. Intelligence =intellect). Bukamennurut kamus WebssterNew Worid Dictionary of the American Language, istilah intellect berarti:
1) kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauandan perasaan,
2) Kecakapan mental yang besar,sangat intellegence, dan
3) Pikiran atau inteligensi.
Jadi istilah inteligensi menurut para ahli diantaranya menurut Wechler (1958) mermuskaan intelligensi sebagai "keseluruhan ke-mampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam. )
(4) Profesional kerja
Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.
Di samping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
(5) Solidaritas
Secara etimologi arti solidaritas adalah kesetiakawanan atau kekompakkan. Dalam bahasa Arab berarti tadhamun atau takaful. Islam adalah agama yang mempunyai unsur syariah, akidah, muamalah dan akhlak. Kejayaan Islam juga sudah terbukti membentang dalam peradaban manusia. Nilai-nilai Islam yang terpancar dan dirasakan oleh umat manusia, adalah suatu hal yang tidak bisa diukur dengan harta benda, karena dia berasal dari Yang Maha Kuasa. Solidaritas salah satu bagian dari nilai Islam yang humanistik-transendental.
(6) Entrepreneurship
Jika ditinjau dari asal katanya, Entrepreneurship merupakan istilah bahasa perancis yang memiliki arti ‘between taker’ atau ‘go-between’. Contoh yang sering digunakan untuk menggambarkan pengertian ‘go- between’ atau ‘perantara’ ini adalah pada saat Marcopolo yang mencoba merintis jalur pelayaran dagang ke timur jauh. Untuk melakukan perjalanan dagang tersebut, Marcopolo tidak menjual barangnya sendiri. Dia hanya membawa barang seorang pengusaha melalui penandatanganan kontrak. Dia setuju menandatangani kontrak untuk menjual barang dari pengusaha tersebut. Dalam kontrak ini dinyatakan bahwa si pengusaha memberi pinjaman dagang kepada Marcopolo. Dari penjualan barang tersebut, Marcopolo mendapat bagian 25%, termasuk asuransi. Sedangkan pengusaha memperoleh keuntungan lebih dari 75%. Segala macam resiko dari perdagangan tersebut ditanggung oleh pedagang, dalam hal ini Marcopolo. Jadi, pada masa itu wiraswasta digambarkan sebagai usaha, dalam hal contoh ini perdagangan, yang menggunakan modal orang lain, dan memperoleh bagian ( yang lebih kecil daripada pemilik modal ) dari usaha tersebut. Di sini, segala resiko usaha tersebut menjadi tanggungan wiraswastawan.Pemilik modal tidak menanggung resiko apa pun. jadi Entrepreneur ship adalah seorang yang memiliki dorongan untuk menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan, disertai modal dan resiko, serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi atas usahanya tersebut. Namun perlu diingat bahwa pengertian dari entrepreneurship memang terlihat lebih mudah dari pada jika anda melaksanakannya langsung.
(7) Ketekunan
ketekunan adalah kemampuan anda untuk bertahan di tengah tekanan dan kesulitan. Anda harus tetap mengambil langkah selanjutnya. Jangan hanya berhenti di langkah pertama. Memang semakin jauh anda berjalan, semakin banyak rintangan yang menghadang.
(8) dedikasi
Dedikasi adalah kunci menuju kesuksesan, dedikasi melibatkan kesabaran(patience), keuletan(persistence), dan kerja keras(hard-work). Sejarah mencatat, orang-orang yang berdedikasi pada suatu hal merupakan orang-orang yang berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah.
Bola lampu mungkin tidak akan ada hingga saat ini jika Thomas Alva Edison menyerah di tengah jalan ketika bereksperimen, Microsoft mungkin saat ini tidak akan kalang kabut menghadapi invasi Linux jika Linus Torvalds masih merasa nyaman menggunakan Unix dan tidak mempunyai inisiatif membuat OS sendiri, dan mungkin Anda tidak akan bisa membaca tulisan ini jika tidak berdedikasi untuk belajar membaca ketika kecil dulu.
Tidak ada yang tidak bisa diraih di dunia ini, namun sebanyak apa pencapaian kita akan suatu hal tergantung pada seberapa besar usaha kita untuk meraihnya. Untuk mendapatkan sesuatu kita harus berani mengorbankan sesuatu pula.
Bagi saya, sangat susah untuk berdedikasi pada suatu hal..ada saja rasa penasaran dan ingin tahu untuk mengetahui semuanya, untuk berkonsentrasi pada suatu hal dan menghadapi rasa bosan akan suatu hal sudah merupakan hal yang sampai saat ini tidak bisa saya lakukan.
Hidup ini memang penuh dengan pilihan, Anda tinggal memilih “luas tapi dangkal atau sempit tapi dalam”. Namun tetap saja ada anomali di dunia ini, dimana bisa saja ditemukan orang-orang dengan kemampuan yang banyak dan mendalami semua kemampuannya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar